Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aku adalah kamu(part1)

Penulis : Supriadi

Terhempas bangun di terik senja di ufuk pagi, melihat atap yang gersang segersang butiran di padang pasir, melihat kesunyian di balik jendela sesunyi malam tanpa sinaran bulan. Bangun dan bangkit dari tempat tidur seperti pembangunan yang ada di indonesiaku yeng tecinta.

Disetiap langkah sempat terbayangkan arti dari hidup yang hina ini sempat bertanya “siapkah aku?” apakah “aku adalah kamu” satu kata yang terbang di alunan fikiran yang kosong, sempat membuahkan pertanyaan aku adalah aku dan kamu adalah kamu.

duduk terdiam sehening diam di waktu adzan berkumandang di depan meja makan untuk mempersiapkan hidangan sarapan pagi, secangkir kopi hitam pekat yang penuh dengan inspirasi -inspirasi ideologi masa kini. Di hidangkan dengan sebatang inspirasi dengan asap putih seputih keikhlasan sosok ibu mengayun bayi yang sedang merenge’ meminta kemurnian air susu ibu.

Menikmati pagi yang biasa,bisa saja melihat aktivitas yang sama  menyadarkan diri bahwa hari ini akan sama dengan hari esok tapi apakah hari ini akan sama dengan hari kemarin?, panas aliran kopi hitam mengalir di tengorokan menyatakan bahwa campuran rasa yang bercampur aduk di dalam lidah mengambarkan pahit manis seperti hidup kita Ketika ditiupkan ruh dan ketika ruh dicabut dari jasad yang tak berdaya ini, dan menarik asap sebatang inspirasi yang pekat menyatakan bahwa tidak ada yang manis di hidup ini kecuali kita bersembah sujud kepada sang kholik.

Melangkah menuju membersihkan diri dari kotoran debu dan kotaran apalah yang membekas di dalam diri. Air yang dingin di pagi hari mengetarkan diri merajut kedinginan yang ingin memeluk kehangatan rajutan benang yang tebal  menghangatan dengan penuh godaan.


Balutan baju bersih yang baru di ambil dari satu buah kotak penyimpanan  tumpukan yang menghindari dari fitna para pemikir kaum yang belum rasional. Hangatnya balutan baju menyadarkan beberapa puluh tahun lalu dengan pelukan sang ayah sebelum berangkat mancari nafkah dan sesuap nasi untuk kami dari keluarga yang sederhana.

Dari terik matahari, dari sinaran yang menusuk kalbu menuju kekalnya perjuangan untuk hidup aku siap bangkit dan melangkah pergi dari teduhnya sebuah gubuk kecil yang penuh kebahagian. Terlihat di beberapa sudut jalan penuh dengan beberapa orang yang beda dan tidak sama dengan pemikiran saya.
Aku tersepuh dan tersudut kembali memikirkan ketika melihat se kumpulan orang yang melaksanakan aktivitasnya masing masing, Siapa aku?  Siapa mereka? Dan  Apa yang difikirkan mereka? Apakah mereka adalah aku? Ribuan kata yang mengelilingi di fikiranku membentuk fikiran yang membingungkan. Sampai saat ini belum saya pecahkan pertanyaan yang saya lontarkan kepada fikiran saya.

Menuju di gubuk kecil yang lain saya temengung melihat sang inspirator yang saya kagumi tempat kiblatkan  hati. Sosok pemberontak berhati malaikat yang bukan berasal dari negeri totabuan ini hadir menggemparkan otak kiri para kaum yang berideologi tinggi dan pembasmi para penjahat penjahat sampah yang duduk di gundukan berlian.