Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kita

Sejak beberapa hari yang lalu, langit tak henti – hentinya mencurahkan air matanya. Sepertinya ada sebuah perasaan sakit yang dipendam langit selama setahun lalu yang ia curahkan di awal tahun ini agar kedepannya cerah terus menghiasi langit.
Alam lagi tak bersahabat akhir – akhir ini, sama seperti situasi jalinan ukhuwah kita di Badan Tadzkir Akbar Kota Kotamobagu  yang akhir – akhir ini  telah tergerus waktu  Ungkap salah satu sahabatku.
Hahaha, cocokulasimu tepat kali ini.ya, mungkin ini sebuah karma dari waktu. Kita yang dulu sering menghabiskan waktu bersama, kini dipisahkan oleh waktu. Sahutku.
Dipisahkan waktu ? balas sahabatku
Iya dipisahkan waktu. Dulu, pada waktu yang tepat kita dipertemukan. Ia memberikan kita kesempatan untuk menjalin ukhuwah hingga kita seolah – olah tak bias hidup tanpa satu sama lain. Aku masih ingat ketika ukhuwahku melemah dengan kalian, kalian menjemputku di tempat persembunyianku dan membawa aku ke markas kita, warung milik sahabat kita. Disana kalian menelanjangi egoku demi merajut kembali ukhuwah yang telah melemah. Sehingga aku berpendapat bahwa inilah keluarga yang sesungguhnya. Nah, sepertinya waktu tengah menguji ukhuwah kita. Dimana ketika ia bersekongkol dengan sahabatnya ruang, ia memisahkan kita. Menyibukkan kita dengan urusan pribadi kita, entah itu perkara ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.  Jawabku.
Ia, tapikan beda dulu yang sekarang. Sambut sahabatku.
Iya berbeda, dulu kita masih duduk dibangku SMA. Sekarang tidak. Nah, pilihan setelah sekolahkan ada dua. Melanjutkan studi atau berkerja. Kita bisa mengumpamakan kesibukan kita dulu seperti kesibukan kita sekerang sama meski suasananya berbeda. Seharusnya kita bisa meluangkan waktu bersama di Badan Tadzkir Akbar, sebagai wadah yang mempertemukan dan menyatukan visi kita. Menurutku, bedanya ialah prioritas kita. Prioritas kita bukan visi bersama yang selalu kita ungkapan dalam setiap kesempatan. Melainkan tujuan pribadi. Hal wajar menurutku, sebab setiap kelompok pasti akan terjadi hal demikian. Tanggapanku.
Tidak tepat bila kamu mempertanyakan jalan yang kita pilih sekarang apabila kita tak lagi sevisi. Malahan aku yakin, apapun yang kita perbuat sekarang demi visi bersama kita. sahabatku mengoreksiku.
Okelah bisajadi  apa yang kita perbuat sekarang demi visi kita. tapi, ingat, ada sebuah wadah yang mempertemukan kita yang membuat kita sampai menciptakan visi kita. yang membuat semua ini terjadi. Bila kita lupa akan itu, Berarti kita tak pernah benar – benar begerak demi visi kita. Dan sepertinya ukhuwah kita tak sedalam dahulu. Ada sesal dihatiku. Bila semua ini bisa ku prediksi, aku memilih untuk berjalan sendiri sedari dulu. Ketimbang kita bersama dan sekarang kalian membiarkanku sendiri. Ungkapan kerisauan hatiku.
Haha, jangan curhat dong bro, semoga saja kita masih  satu hati sama rasa. Balas sahabatku singkat.

Ah, Cuaca. Bila cuaca tak bersahabat seperti ini, mungkin permbahasan tentang ukhuwah kita tak akan dibahas. Setidaknya gunda gulana langit mampu menggugah aku untuk  menyalurkan kegelisahanku.

Sebenarnya, tak akan ku ungkap kerisauanku ini. Namun secangkir kopi yang teguk meyakinkanku untuk mencurahkan isi hatiku tentang kondisi Badan Tadzkir Akbar Cabang Kotamobagu saat ini. Bagaimana tidak,Nasib Badan Tadzkir Akbar Cabang Kotamobagu kini berada diujung tanduk setelah pengurus besar Badan Tadzkir Akbar mengeluarkan surat peringatan terhadap Badan Tadzkir Akbar cabang Kotamobagu. Cabang yang terkenal dengan sisi intelektualitasnya. Mungkin, Pengurus Besar rindu dengan kader-kader yang mampu bersaing dalam sisi keilmuwan dengan para produk-produk organisasi kemahasiswaan.

Sahabat, kita pernah merasa jayanya waktu itu. Ketika kita mampu bersaing dengan para mahasiswa, mampu bersaing dengan para pebisinis. Apakah kita hanya akan menikmati rasa itu sendiri? Ataukah kita akan mencoba membuat penerus kita merasa apa yang kita rasakan?. Sebab sahabatku, pelajar kini menurutku sahabat butuh akan rasa kita dahulu agar mampu menentukan jalan hidupnya, dan tidak terlena dengan kesenangan semu dengan gaya gidup berfoya-foya.

Sahabat, aku butuh kita yang dahulu. Sebeb, sekarang pastinya kita lebih matang dikarenakan kita telah telah melalui apa yang pelajar kini lalui. Badan Tadzkir Akbar membutuhkan kita. Kita yang menjadi penggerak pelajar, kita yang menjadi contoh pelajar, kita yang menjadi penawar cara hidup bermewah-mewahakan dan sekedar mengejar kenikmata semata. Kita dahulu adalah penawar paham hedonism. Baik kita sadari maupun tidak.