Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gunug Klabat Sebuah Goresan Berbekas

Gunug Klabat Sebuah Goresan Berbekas
Keindahan Pemandangan Pukul 05.47 Wita, dari Puncak Gunung Klabat (Foto Arman Soleman)

BTAku - Kesejukan di hari itu, meratapiku dalam indahnya alam ini. Seuntai kata  memang tak bisa menggambarkan indahnya paras bumi ini. Ketika ku menaiki sebuah gunung yang katanya tertinggi se-Sulawesi Utara membuat ku mengandai-andai aura puncak.

Gunung Klabat pun begitu memanggil di hari itu. terasa dia hidup yang sedang menyapaku ketika ku mulai menginjakan di kaki gunung tua itu.

Jantung yang berdenyut mulai menandakan tantangan sudah dimulai, gelapnya malam terasa manis dengan semangat yang membakar kekuatanku. Pendakianpun kami mulai langkah demi langkah. 

Rimba hutan, dengan gelap yang menyelimutinya begitu terasa angker untuk dilihat tak terasa jika dinikmati langkah demi langkah, karena malam itu, yang kami tahu adalah puncak yang terus menghantui pikiran.

Terasa. Saat berada di pertengahan membuat langkah kami begitu melambat, dengan track yang tak begitu mudah membuat ku lebih tertantang untuk terus melangkah dan melangkah.

Bulan pun yang menyinari malam itu, seakan turut membatu Handlamp yang kami miliki, begitu dingin terasa dalam tubuh jika kami berhenti sejenak. Dingin yang menyentuh membuat kerinduan puncak makin melekat dalam pikiranku. 

Meski langkah kami semakin tertatih, namun semangat ini terus membara seakan membuat penghangat dalam tubuh. Pikiran ku pun bertanyak kekuatan apa yang terus membuat kita kuat. Apakah Karena keinginan ? atau Kerinduan ? atau Lainnya.

Menaklukan alam, memang tak segapang yang kami fikirkan terlebih lagi saat menontont film pendakian yang begitu dramatis hingga air mata angin keluar sangking terharu karena film tersebut.

Aduh, aduh, memang sangat melelehakan gunung dengan track seperti ini, seakan jalannya sudah 90 derajat saja. Istirahat, dan mendirikan tenda menjadi keputusan bersama, karena malam itu sudah mengitu keterlaluan.

Di depan tenda yang kami miliki dengan ditemani sebuah teh hangat menjadi warna tersendiri saat itu. Seakan kami menjadi orang yang tanpa beban di luar, saat melepas lelah dengan secangkir teh hangat.

Temanku pun bertanya, "Masih jauhkah kita ?", pertanyaan ini memang sering maramaikan para pendaki perdana digunung ini. Jawaban bagi yang sudah keseringan ke gunung ini pun selalu sama dan seakan memberikan semangat. "Sedikit lagi kita sampai, tapi malam ini istirahatlah dulu," kataku.

Kata-kata itu seakan menjadi bahan bakar baginya. Melanjutkan perjalanan setelah istirahat sejenak, membuat kami kembali melangkah.

Se-sampainya di basecamp, kami pun beristirahat sejenak, untuk menuju puncak, pukul 05.00 WITA. ingi melihat indahnya pagi di puncak membuat istirahat kami tak begitu lama.

Kamipun menuju puncak. Melihat keindahnya yang ada, membayar semua letih yang menyergap tubuh ini. Awan menghiasi langit dan melihatnya lebih tinggi dari awan itu, terasa takjup, bagai awan hanya digambarkan di buku bergambar waktu Sekolah Dasar (SD) dulu, tarian kebahagian pun menyinari bibir dengan senyuman.

Terpantri dalam keandaan lelah kebahagian memang tak bisa disembunyikan waktu itu, embun bagi yang sedang menari-menari disekeliling seakan menajadi penghias puncak Klabat.

Terus memandang awan dari atas, dengan cahaya fajar yang masih bertengker di awan, membuatku terpaku, dan berenang dalam keindahan pagi itu. Pengalaman hebat kali ini, menjadi goresan sesaat yang akan berbekas dan sulit di lupakan.

Apakah kah ini sebuah sufistik yang sering diceritakan, ketika kita terdiam dan terus menghayati, air panas yang kami bawa untuk menghangatkan pun mejadi korban untuk dilupakan.

Pemerkosaan focus pikiran terus terjadi, membuatku tak berdaya untuk memandang indahnya pagi itu. 

Lantas, temanku menyadarkanku dalam penghayatan panjang pagi itu, membuatku sadar bahwa ini masih di bumi tepatnya di atapnya Sulawesi Utara.

Sekian Dari Penulis ..... Arman Soleman